
KONFRONTASI- Terduga teroris di Bekasi yang ditangkap polisi, ternyata orang Uighur yang berasal dari perbatasan Cina dengan Turki berinisial AM dan AL. Hal ini menunjukkan transnasionalisasi terorisme di Indonesia terus berlangsung pasca terbunuhnya Dr Azahari dan Nurdin M Top dari Malaysia.
Inilah aksi terorisme yang disebut sebagai transnasionalisasi. Ataukah ini sekedar migrasi?
Teroris transnasional merupakan ancaman bagi berbagai negara dan aksi mereka umumnya bertumpu pada kemampuan mendayagunakan internet, media sosial dan alat komunikasi lain secara efektif untuk menggalang jaringan, sel dan kelompok-kelompok freelance. Kasus AM dan AL merupakan bukti transnasionalisme teroris di kawasan Asia Tenggara.
AM lebih dulu ditangkap di kawasan Medan Satria, Bekasi, baru kemudian AL. Penangkapan berawal dari terjaringnya mobil tanpa surat-surat kendaraan. Saat diperiksa, polisi menemukan sejumlah buku tentang pembuatan bom. Dari penangkapan itu, polisi melanjutkan dengan menggeledah kediaman pelaku dan didapatkan bahan-bahan untuk bom.
Prof Azyumardi Azra dari UIN Jakarta sering mengingatkan agar kita waspada atas transnasionalisme politiko-religius, dan perlu peningkatan kewaspadaan terhadap transnasionalisme politik-agama di Tanah Air. Transnasionalisme teroris dan ISIS serta organisasi sejenis, bukan hanya berbahaya dalam hal pandangan keagamaannya, sekaligus juga dalam praksisnya yang penuh kekerasan dan brutalisme yang menyimpang jauh dari ajaran Islam yang menekankan rahmat bagi semesta alam.
Azra melihat, transnasionalisme politik yang berbaur dengan agama jelas merupakan salah satu fenomena yang terus meningkat pada masa globalisasi. Hal ini sangat dimungkinkan komunikasi instan, baik melalui internet maupun televisi, sehingga gagasan dan praksis transnasionalisme segera menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Di Indonesia, terorisme sudah sedemikian rumit, melibatkan kelompok-kelompok kecil yang radikal dan sporadis. Para korban sudah berjatuhan. Bahkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan selama kurun 2004-2015 tercatat ada ratusan anggota Polri yang tewas dalam melakukan operasi penegakan hukum terhadap aksi terorisme di Indonesia.
"Anggota Polri yang jadi korban aksi terorisme sebanyak 102 orang diantaranya meninggal dunia 35 orang dan luka-luka ada 67 orang," kata Badrodin .
Dalam upaya penindakan, Polri juga telah melakukan penangkapan dan penindakan terhadap aksi teror pada 18 sampai 23 Desember 2015, yakni 10 orang kelompok jaringan teroris di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Bali, Jakarta dan kota besar lainnya jadi sasaran teroris. Di Bali banyak orang asing dan tempat berkumpulnya wisatawan asing baik di hotel maupun tempat hiburan. "Itu yang wajib kita waspadai," tegas Kapolda Bali Irjen Sugeng Priyanto.
Selain itu, Polri juga telah memperketat pintu-pintu masuk ke Bali termasuk pintu penyeberangan dari Lombok, NTB ke Bali. Mengingat info yang beredar, teroris Santoso sudah berada di Lombok, NTB.
Sekali lagi, tertangkapnya teroris dari Uighur, Chin/Turki di Bekasi itu menunjukkan watak teroris transnasional melintasi batas-batas Negara. Ingat bahwa wacana dan gerakan transnasional politik-agama tidak hanya mengacaukan kehidupan agama dan mengubah lanskap sosio-religius, tapi sekaligus bisa mengancam eksistensi negara-bangsa.
Oleh sebab itu, polisi, TNI, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan harus waspada, tanggap dan cerdas dalam mengantisipasi transnasionalisasi teroris me ini. [berbagai sumber]
-