Quantcast
Channel: Surat Pacaran
Viewing all articles
Browse latest Browse all 343

Bagaimana Negara Eropa Tangani Teroris yang Sudah Bebas dari Penjara?

$
0
0

Konfrontasi - Ketika narapidana terorisme bebas dari hukuman penjara mereka, bagaimana negara-negara Eropa menanganinya?

Pertanyaan ini mengemuka lantaran serangan di London bulan lalu dilakukan oleh pelaku yang diawasi petugas keamanan.

Sudesh Amman, 20 tahun, melakukan serangan di Streatham, hanya setelah 10 hari bebas dari penjara.

Inggris segera mengeluarkan aturan yang memblokir pembebasan langsung bagi terpidana teroris.

Beberapa negara lain juga bergulat untuk mengatur keseimbangan antara keamanan dan kebebasan sipil.

Teror di trem di Utrecht, Maret 2019

Program perubahan perilaku dan ideologi menjadi dua langkah utama yang dilakukan di Eropa. (Getty Images)

Berapa Banyak Napi Terorisme?

Beberapa ratus napi kasus terorisme akan dibebaskan dari penjara-penjara di Eropa dalam beberapa tahun, menurut Europol, kepolisian Uni Eropa.

Dari tahun 2016 hingga 2018, kasus terbanyak adalah Spanyol dengan 343 kasus, disusul Inggris (329 kasus), Prancis (327 kasus ) dan Belgia (301 kasus).

Tahun 2018, sebanyak 61% putusan untuk kasus-kasus itu di Uni Eropa dinyatakan sebagai "serangan teror jihadis". Tren ini, menurut Europol, dimulai tahun 2015, setahun sesudah kelompok yang menamakan diri negara Islam atau ISIS memproklamasikan kekhalifahan di Timur Tengah.

Adanya radikalisasi dari ISIS membuat para jihadis ini melancarkan teror.

Serangan di Paris bulan November 2015 menewaskan 131 orang, sementara serangan di Nice Juli 2016 menewaskan 86 orang.

Grafik pelaku teror Europol

Napi teroris tidak selamanya berada di penjara, menurut kelompok pemikir Globsec. Dari 199 pelaku teror yang dipenjara tahun 2015, 57% akan bebas tahun 2023.

Keterlibatan mereka beragam, mulai dari perencanaan serangan, keanggotaan di kelompok teroris ataupun mendanai terorisme.

Di Prancis, sekitar 45 dari 500 napi teroris yang dipenjara akan bebas tahun ini. Di Inggris, jumlahnya 50 orang.

Banyak negara-negara Eropa menjalankan program rehabilitasi. Kebanyakan berupa program skala kecil berfokus pada sejumlah kecil pelaku. Bisa sukarela ataupun wajib.

Beberapa program bertujuan mengubah perilaku - disebut disengagement. Beberapa lagi berusaha mengubah ideologi - disebut deradikalisasi.

Proses ini biasanya dimulai di penjara, di mana para penghuninya dianggap rentan terhadap radikalisasi.

Salah satu kelompok yang menangani deradikalisasi di Jerman adalah Violence Prevention Network (VPN).

Ketika didirikan tahun 2001, orang-orang muda rentan menjadi target utama kelompok ekstrim.

Situasinya berubah di pertengahan 2010-an ketika bekas kombatan ISIS kembali dari zona perang dan turut membawa pandangan ekstrim mereka ke penjara-penjara.

"Orang-orang ini sangat berbahaya, kita tak bisa mendidik mereka secara berkelompok," kata Cornelia Lotthammer, juru bicara VPN.

"Besar risikonya kelompok ini justru dimanipulasi oleh mereka."

Kasus-kasus berat ini membutuhkan dua trainer menghadapi satu orang, dalam waktu selama yang dibutuhkan. Bahkan dengan training seperti ini, orang-orang ini menolak untuk tunduk.

VPN - dengan dana dari pemerintah Jerman - juga menangani kasus yang tidak terlalu berat.

Metode mereka, melibatkan kerja detektif yang berhati-hati. Unsur utamanya adalah dengan mengembangkan pemahaman mengenai biografi pelaku, mulai dari ingatan masa kecil hingga perilaku teror mereka.

"Kami mencoba mendeteksi momen-momen penting dalam hidup mereka, kapan mereka mengambil jalan keliru," kata Lotthammer.

Prancis

Radikalisasi di penjara Prancis merupakan persoalan yang berat. Penyerang Charlie Hebdo dan serangan Paris tahun 2015 melibatkan bekas terpidana teroris.

Saat ini ada sekitar 1.000 terpidana yang diduga mengalami radikalisasi.

Guna menarik mereka dari jalan terorisme, Prancis mendanai banyak program deradikalisasi. Mereka dikritik lantaran besarnya biaya, hasil yang tidak jelas dan penerapan stigma kepada Muslim.

Dengan berbagai kekeliruan di masa lalu, Perdana Menteri Edouard Philippe mengumumkan rencana anti-terorisme baru di tahun 2018.

Di bawah rencana ini, narapidana teroris yang mengalami radikalisasi diawasi dalam unit khusus penjara dengan tingkat keamanan tinggi dan terpisah di blok khusus, jika perlu.

Pada umumnya para napi teroris ini tak mau bekerjasama.

Serangan di Boulevard des Filles-du-Calvaire November, 2015 Paris

Beberapa pelaku aksi terorisme di Prancis bulan November 2015 adalah kambuhan yang sempat menjalani hukuman penjara. (Getty Images)

Pekerja sosial deradikalisasi biasanya bicara empat mata dengan mereka untuk merontokkan ideologi ekstrim mereka sedikit demi sedikit.

Sesudah bebas dari penjara, pengadilan akan memerintahkan eks napi teroris ke pusat deradikalisasi yang ada di empat lokasi, Paris, Marseille, Lille dan Lyon.

Di pusat-pusat ini, program berlanjut di bawah pengawasan tutor, psikolog dan imam.

Pusat rehabilitasi Pontourny

Pusat rehabilitasi Pontourny yang dijuluki "akademi jihad" ditutup tahun 2017 (Getty Images)

Pusat rehabilitasi Prancis pertama dianggap gagal dan ditutup tahun 2017. Mereka yang dikirim ke sana dianggap sebagai ekstremis berbahaya.

Namun Menteri Kehakiman Prancis Coralie Tchina mengatakan sejak mereka terlibat dan menangani kasus yang lebih ringan, program ini "relatif berhasil".

Belanda

Belanda tak mengalami serangan teror dengan skala seperti negara Eropa lain, tetapi pemerintahnya cukup waspada.

Siapapun yang ditandai mengalami radikalisasi akan dirujuk ke program TER (Terrorists, Extremists and Radicals).

TER, diresmikan tahun 2012, adalah program bebas bersyarat yang diperluas, daripada sebuah program deradikalisasi.

Serangan yang dilakukan oleh Gkmen Tanis di atas trem di Utrecht, Belanda.

Situasi serangan yang dilakukan oleh Gkmen Tanis - seorang teroris kambuhan - di atas trem di Utrecht, Belanda. (Getty Images)

"Ini seperti bebas bersyarat yang ditambah dengan langkah-langkah khusus," kata Stephanie van Erve, juru bicara Dutch Probation Service (DPS), kepada BBC.

Sebagai bagian dari pembebasan bersyarat, eks napi teroris diawasi oleh TER, dan untuk beberapa kasus dilacak dengan GPS oleh lembaga intelijen.

Dengan bantuan para ulama, TER melakukan upaya perubahan perilaku dan ideologi.

Negara Eropa lain?

Banyak program dijalankan dengan strategi dua langkah: intervensi di penjara, dan perawatan di luar.

Denmark, misalnya, menyarankan napi teroris untuk ikut serta dalam program Back on Track sebelum dibebaskan.

Pemerintah Belgia berpandangan serupa dalam melihat penjara sebagai "lokasi potensial tumbuhnya radikalisasi".

Program sukarela untuk mengubah perilaku (disengagement) dijalankan di Belgia, dan tahun lalu 27 napi teroris diminta ikut dalam program sembilan bulan bernama Cesure.

Di Spanyol, program deradikalisasi dijalankan di beberapa penjara. Menurut laporan Uni Eropa, program ini mendorong para napi teroris untuk membahas agama dari kacamata rasional dan mempelajari nilai-nilai demokrasi.

Pada 2018, tak satupun dari 23 pesertanya kembali ke ideologi ekstrim mereka, menurut laporan koran El Peridico.

Streatham sesudah serangan.

Serangan di Streatham, London Selatan, dilakukan oleh seorang teroris kambuhan, Sudesh Amman yang baru 10 hari keluar penjara. (Getty Images)

Program rehabilitasi: model keberhasilan?

Tak ada yang bisa memastikan hasil dari program ini karena beberapa alasan.

Pertama, sulit untuk mengevaluasi sukses secara ilmiah karena adanya hambatan legal, etis dan keamanan.

Selain itu, program ini masih awal, sehingga tak ada studi kasus atau data yang bisa dianalisa, serta tak ada konsensus mengenai apa yang dianggap langkah terbaik.

Namun ada alasan untuk optimis. Dari 189 napi teroris yang diawasi oleh program di Belanda antara tahun 2012 - 2018, sebuah kajian memperlihatkan hanya delapan yang memperlihatkan tanda-tanda kambuhan.

Sudesh Amman

Pelaku serangan di Streatham, London, Sudesh Amman berumur 18 ketika ia dipenjara untuk terorisme di tahun 2018. (Met Police)

Dari eks napi teroris terberat yang diawasi oleh VPN, tak ada yang kambuh.

Maka itu Lotthammer kaget oleh serangan London bulan Januari lalu.

"Saya sangat kaget bahwa hal pertama yang terpikir oleh Sudesh Amman sesudah keluar penjara adalah melakukan serangan atas nama ISIS," katanya.

Komandan anti-terorisme Scotland Yard Neil Baru menyatakan Amman sudah tak bisa direhabilitasi. Tak jelas apa yang dialaminya di penjara.

Kalau pun diketahui, tak ada jaminan program yang dicoba bisa jadi resep yang sukses. (dtk/mg)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 343

Trending Articles